13 Mei 2014

Tenaga Harian Lepas

Oleh Frans Obon 

Meski masalah tanaga harian lepas itu ditemukan pada hampir semua kabupaten lama dan kabupaten baru, kita mengambil Kabupaten Nagekeo sebagai salah satu contoh karena kebetulan dalam rapat, 21 Januari 2014, pemerintah Kabupaten Nagekeo membahas soal tenaga harian lepas ini. Bupati dan Wakil Bupati serta pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) membicarakan masalah ini. Ada banyak usulan praktis setelah Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Nagekeo memaparkan jumlah tenaga harian lepas dalam enam tahun terakhir. Pada awal tahun 2014 ini Bupati Elias Djo mau membarui kontrak tenaga harian lepas melalui Surat Keputusan Bupati (Flores Pos, 28 Januari 2014).


Dari data-data yang diberikan BKD Nagekeo, kita melihat bahwa dalam kurun waktu enam tahun terakhir, jumlah tenaga harian lepas di Kabupaten Nagekeo meningkat. Kabupaten Nagekeo dibentuk Desember 2007, sehinnga data-data tenaga harian lepas itu dimulai tahun 2008. Dirincikan: tahun 2008 jumlah tenaga harian lepas 316 orang, tahun 2009 sebanyak 322 orang, tahun 2010 sebanyak 562 orang, tahun 2011 sebanyak 801 orang, tahun 2012 sebanyak 874 orang, tahun 2013 sebanyak 877 orang, dan tahun 2014 sebanyak 830 orang dan masih ada bagian yang belum memasukkan data tenaga harian lepas ke BKD.

Dalam pertemuan ini Bupati Elias Djo belum bisa mengambil sikap, tetapi berjanji akan membahas lebih lanjut antara Bupati, Wakil Bupati, dan Sekretaris Daerah dengan tetap memperhatikan analisis beban kerja. Namun Bupati mengingatkan pimpinan SKPD agar tidak coba-coba menerima tenaga harian lepas lagi. 

Masalah tenaga harian lepas ini bukanlah spesifik masalah Kabupaten Nagekeo, tetapi masalah umum yang dapat kita temukan di semua kabupaten lama dan kabupaten baru di Flores dan Lembata. Protes tenaga honorer daerah soal data base pegawai kontrak ini muncul di hampir semua kabupaten. 

Sebenarnya sudah lama sekali banyak kalangan di Flores dan Lembata mengkritik cara pemerintah daerah merekrut tenaga harian lepas atau tenaga honorer daerah. Kritikan yang paling sering disampaikan adalah soal perekrutan dan pertanyaan di sekitarnya, yakni apakah betul dinas-dinas terkait itu yang membutuhkan tenaga harian lepas didasarkan pada analisis beban kerja yang jelas dan tepat atau hanya salah satu cara untuk memberikan lapangan kerja kepada para pencari kerja yang memang masih bertalian hubungan kekerabatan dengan pimpinan dinas bersangkutan atau juga merupakan titipan dari pihak lain untuk alasan tertentu.

Pertanyaan dan kesangsian timbul lantaran perekrutan tenaga harian lepas di daerah ini tidak pernah dilakukan secara transparan dan terbuka. Tidak ada mekanisme seleksi yang baku dan standar. Tidak ada pengumuman penerimaan tenaga. Dan memang menarik jika dilakukan penelitian mengenai tenaga harian lepas atau tenaga honorer daerah ini. Sepintas mungkin kita akan mendapatkan kesan dan benang merah yang memperlihatkan bahwa ada kepentingan lain di balik perekrutan tenaga harian atau tenaga honorer daerah tersebut. 

Hal yang sama bisa dilihat dari daftar tenaga honorer daerah yang masuk dalam data base pemerintah baik yang telah  menjadi PNS maupun yang belum menjadi PNS.  Di dalamnya kita pasti akan menemukan tali temali kekerabatan dan kekeluargaan dan barangkali juga tali temali kepentingan politik. Dari satu segi, kekacauan data base tenaga honerer daerah yang menimbulkan protes, beberapa waktu lalu, bisa saja mencerminkan pertautan kepentingan seperti ini.

Di dalam konteks pembentukan daerah otonom baru, misalnya, salah satu cara untuk memobilisasi dukungan masyarakat adalah dengan menyebutkan bahwa daerah otonomi baru itu akan membuka lapangan kerja baru, yang tidak lain sebenarnya adalah lapangan kerja di sektor birokrasi. Sedangkan bagi elite politik lokal, hal ini kemudian memberikan justifikasi dalam pertarungan politik lokal dengan membaptis diri mereka sebagai “pahlawan pemekaran”. Janji lapangan kerja baru itu terpenuhi di dalam prekrutan tenaga harian lepas ini, yang umumnya adalah orang-orang daerah setempat. Karena satu-satunya peluang bahwa local boys for local jobs hanyalah lewat cara ini. Itulah sebabnya kendati tenaga honorer yang banyak ini membebani keuangan daerah, kita tetap melakukannya.

 Bentara, 29 Januari 2014

Tidak ada komentar: