17 Juni 2011

Ketahanan Pangan

Asian Development Bank (ADB) mengingatkan Asia untuk meningkatkan produktivitas pangan sejalan dengan makin meningkatnya jumlah pertambahan penduduk. Isu ketahanan pangan ini sudah lama menjadi kampanye pemerintahan lokal, namun lemah dalam impementasinya.



Oleh FRANS OBON

Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) mengingatkan negara-negara berkembang termasuk Indonesia untuk melihat betapa pentingnya isu pangan mengingat makin meningkatnya jumlah penduduk dunia (Flores Pos edisi 14 Juni 2011).

“Dalam jangka pendek, kebutuhan pangan penduduk mungkin tercukupi namun ini selalu menjadi isu fundamental yang mengemuka dari tahun ke tahun,” kata Director Managing General ADB Rajat M Nag. Menurut dia pertumbuhan penduduk Asia meningkat, sehingga perlu ada peningkatan produktivitas pangan khususnya beras.

Dalam dua hari di Jakarta, diselenggarakan Forum Ekonomi Dunia untuk Wilayah Asia Timur untuk menghasilkan kerja sama dan memberi peluang pada semua pihak dalam sektor pertanian untuk membantu terwujudnya ketahanan pangan di Indonesia.

Sementara Presiden SBY dalam pertemuan tersebut mengajak negara Asia untuk mengatasi krisis pangan, energi dan air. “Asia harus mengantisipasi dan memperhatikan tekanan yang semakin tinggi terkait ketidakamanan pangan, energi dan air,” kata presiden.


Namun ketahanan pangan ini, meski sudah menjadi isu penting di tingkat daerah, termasuk di Flores, dalam pelaksanaannya, tidak terimplementasi dengan baik. Bendungan yang rusak namun tidak pernah diperbaiki adalah contoh bagaimana isu ketahanan pangan hanya sekadar slogan.


Ratusan hektare sawah di Kecamatan Lelak, Manggarai, terlantar atau tidak bisa dikerjakan karena bendungan Wae Dese tidak pernah diperbaiki lagi. Tembok bendungan jebol (Flores Pos edisi 14 Juni 2011). Namun, pemerintah kita masih bicara soal ketahanan pangan. Masih banyak contoh lain kita temukan di Flores bahwa ada disparitas antara kampanye ketahanan pangan dan pilihan kebijakan pembangunan.

Yang umum kita dengar dalam kampanye pangan pemerintah di Flores dan NTT adalah soal diversifikasi pangan. Kampanye pangan di NTT adalah soal makan makanan lokal. Ubi hutan yang dulu dimakan pada saat musim paceklik dikampanyekan sebagai makan lokal yang perlu dilestarikan.

Yang tidak kelihatan adalah kebijakan pertanian, yang menjadi sumber dari makanan lokal tersebut. Karena para petani kita sudah beralih dari tanaman semusim ke tanaman komoditas perdagangan. Kita belum melihat ada satu program ketahanan pangan di Flores yang bisa menjadi contoh dan inspirasi bagi daerah lainnya dalam isu ketahanan pangan tersebut.

Dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dunia maupun juga penduduk di Flores, sudah banyak ramalan dikemukakan bahwa konflik ke depan akan lebih disebabkan atau dipicu oleh perebutan sumber pangan, air dan energi. Hal itu sudah mulai dirasakan sekarang.

Indonesia sudah punya pengalaman dalam soal pinjaman dana dari lembaga-lembaga internasional. Lembaga-lembaga keuangan internasional memasang syarat-syarat yang terkait dengan hak asasi manusia, politik, ekonomi, hukum, dan keadilan dalam pemberian pinjaman. Bagaimana kita bicara harga diri bangsa kalau perut kita masih diisi oleh hasil kerja para petani di negara lain.

Kalau isu ketahanan pangan ini tidak diimplementasikan dengan baik di tingkat lokal, maka ketergantungan kita pada pihak lain akan semakin tinggi. Kita di Flores akan amat tergantung dengan beras dari Sulawesi, Jawa, dan Nusa Tenggara Barat. Program yang konkret dan terimplementasi dengan baik diperlukan untuk menjamin adanya ketahanan pangan di Flores.

Bentara, edisi 15 Juni 2011

Tidak ada komentar: