17 April 2010

Wajah Ganda Parpol

Oleh FRANS OBON |

PENDUKUNG PASANGAN Ngiso Laurensius-Hubertus Manu melakukan protes ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ngada karena KPU menggugurkan pasangan ini setelah melakukan verifikasi partai politik pengusung di Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia (HAM) di Jakarta dan setelah mempelajari anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai (Flores Pos edisi 15 Arpil 2010).

Salah satu partai pengusung paket yang bernama Restu Rakyat ini adalah Partai Demokrasi Pembaruan. Surat Keputusan (SK) penetapan paket ini ditandatangani Ketua Pelaksana Harian Petrus Selestinus dan Sekretaris Matheus Formes. Sedangkan satu paket lagi yakni paket Majus (pasangan Martinus Djawa-Hendra Yusuf), SK penetapannya ditandatangani Pimpinan Kolektif Nasional PDP Roy BB Janis dan Sekretaris Didit Supryanto. Dari klarifikasi dan verifikasi yang dilakukan KPU Ngada di Kementerian Kehakiman dan HAM di Jakarta dan sesuai dengan AD/ART partai, maka KPU menetapkan pasangan Martinus Djawa-Hendra Jusuf. Dengan demikian pasangan Ngiso Laurensius-Hubertus Manu kehilangan tiga kursi dari PDP dan hanya didukung dua kursi dari Partai Hanura.

Dalam menilai kasus-kasus seperti ini yang sudah seringkali terjadi di Flores, energi kita habis dengan memarahi KPU. Karena KPU memang yang terakhir menetapkan pasangan calon dalam Pemilu Kada. Tetapi sejauh yang kita paham, KPU sesuai dengan amanat undang-undang bila menghadapi masalah pengusung ganda begini harus melakukan verifikasi dan klarifikasi di Kementerian Kehakiman dan HAM di Jakarta dan berpatok pada AD/ART untuk mendapatkan kepastian mengenai keabsahan kepengurusan. Tidak ada cara lain bagi KPU selain melakukan verifikasi dan klarifikasi mengenai keabsahan SK Penetapan sesuai dengan peraturan mengenai partai politik.

Bila kita memeriksa dengan teliti dan cermat, kita akhirnya tiba pada kesimpulan (mungkin dengan kemarahan yang luar biasa) bahwa partai politik kita tidak becus di dalam proses rekrumen pemimpin-pemimpin kita. Partai politik sama sekali tidak peduli dengan proses seleksi pemimpin yang berkualitas, yang terikat dan terbingkai di dalam batas-batas etika politik yang baik dan benar. Partai politik sama sekali tidak memberikan kontribusi pada munculnya pemimpin-pemimpin berkualitas di Flores.

Kepentingan partai politik lebih pragmatis dan lebih berfungsi sebagai pemberi tiket bagi para calon untuk masuk dalam kendaraan partai politik, tetapi sama sekali tidak dalam konteks konsolidasi pemantapan demokrasi di tingkat lokal. Pengurus-pengurus partai politik di Jakarta telah memainkan emosi masyarakat di tingkat akar rumput.

Masyarakat di akar rumput hanya memetik buah pahit dari wajah ganda partai politik dan cengkeram kukuh nan kokoh kewenangan elite partai politik di Jakarta. Kita mungkin marah, tapi kita tidak bisa menunggu elite politik di Jakarta untuk memantapkan demokrasi di tingkat lokal. Kitalah yang mengusahakannya sendiri dengan menjauhkan cara-cara kekerasan dan sebaliknya memajukan cara-cara yang lebih demokratis dengan tetap memperhatikan etika politik.

Bentara, edisi 17 April 2010

Tidak ada komentar: